Geylang, lebih dari sekedar Red District




Kunjungan terakhir ke Singapore saya menyempatkan diri untuk sedikit menjelajahi Geylang. Sebenarnya ini semacam blessing in disguise karena sebenarnya saya tertarik untuk mengunjungi Geylang Serai Market demi makanan enak, murah, dan halal. Tapi setelah kenyang menyantap sup kambing dan segelas jumbo es teh tarik, saya jadi tertarik untuk menyusuri kawasan ini sejenak. Sambil berharap rasa kekenyangannya segera hilang tentunya. 

Seperti yang sering saya baca di blog maupun dengar dari cerita-cerita orang, Geylang itu Red District nya Singapura. Bahkan seorang travel writer terkenal Indonesia pun pernah tanpa sengaja mengulas tentang prostitusi Geylang. Hal inilah sebenernya yang bikin saya penasaran tentang Geylang. 
Tapi, di suatu sore yang mendung itu saya mendapati Geylang yang cantik. Pertama-tama saya menyusuri Joo Chiat Road. Deretan ruko-ruko jadul namun terawat menyapa saya. Beberapa hotel budget yang cukup terkenal macam Fragrance Hotel maupun Hotel 81 ada di sana. Tak membuang waktu saya segera memotret ruko-ruko cantik itu. Haha...saya memang sering kalap kalau menemukan bangunan kuno yang artitistik. 




Saya berjalan perlahan, menikmati setiap pemandangan di depan yang begitu memanjakan mata. Menangkap sesuatu yang unik lalu memotretnya. Toko-toko di tempat ini banyak ragamnya. Mulai dari toko buah, resto, convenience store,  hingga agen tenaga kerja ada di sana. Ada juga dua buah masjid yang berada di sana. Namanya Masjid Taha dan masjid Khalid
Masjid Khalid

Masjid Taha



Saya terus berjalan dan berbelok pada salah satu percabangan dari Joo Chiat Road. Lagi-lagi saya seperti menemukan peti harta karun yang lain. Kalau selama ini cuma gedung-gedung tinggi yang terlihat di Singapura, kali ini saya menemukan perumahan layaknya perumahan-perumahan di Indonesia, meskipun rasanya seperti real estate jaman dulu. Di blok tertentu, model rumahnya sama persis!





Kalau diperhatikan, daerah ini banyak orang Melayunya dan muslim. Mungkin karena Geylang terletak tidak terlalu jauh juga dari Aljuned, dan kita tahu bahwa Aljuned itu adalah wilayahnya Melayu yang mayoritas muslim. 
Lalu hujan mulai turun. Rintik-rintik saja. Saya akhirnya memutuskan untuk pulang. Saya berbalik arah dan menyusuri kembali jalan yang telah saya susuri tadi. Tapi rupanya hujan mempermainkan saya. Rintik-rintiknya mendadak mereda meski mendung masih ada. Dalam perjalanan pulang menuju stasiun MRT saya menemukan beberapa tempat nongkrong yang asyik. 


Food Court

Tapi karena masih sedikit kenyang dengan sup kambing barusan, saya tidak tertarik untuk mampir ke food court yang saya temukan tadi. Hingga akhirnya tak jauh dari situ, saya menemukan food court lain yang salah satu kedainya menjual gorengan! Ada pisang goreng, tahu goreng, dan jenis-jenis gorengan lain yang lazim ada di Indonesia. Langsung saja saya mampir dan beli.
Kedai Gorengan


Sepotong gorengan harganya S$2. Mahal memang. Tapi menikmati gorengan dikala mendung sambil ditemani es teh tarik memang sungguh nikmat. Sementara itu, beberapa burung di jalan asyik juga menikmati remah-remah makanan dari meja sebelah

Ikutan makan

Sore semakin tua. Saya segera meneguk habis minuman yang tinggal seperempat gelas. Bergegas saya meneruskan sisa perjalanan saya. Bergegas menuju stasiun MRT.  Sementara di luar sana rintik hujan kembali datang.

0 komentar: