Lasem Heritage Trail (1)

"Pokoknya saya pingin lihat tempat-tempat kunonya Lasem!" begitu kata saya pada Pop, guide sekaligus teman blusukan di Lasem. Pop yang memang aktif dalam Lasem Heritage Society mengiyakan dengan antusias. Jadilah pagi itu, di tengah-tengah teriknya matahari Lasem, saya melakukan heritage trail bersama Pop dan teman-teman dari Lasem heritage.

KLENTENG TJOE AN KIONG
Rute pertama saya adalah mengunjungi Klenteng Tjoe An Kiong di jalan Dasun.
Sebuah klenteng yang paling tua dan besar di Lasem. Klenteng yang sempat jadi tempat syuting film Ca Bau Kan pada awal tahun 2000 an yang lalu.
Klenteng ini merupakan tempat pemujaan bagi 3 dewa, yaitu pemujaan terhadap dewi laut (Mak Co), dewa bumi, dan pada sesepuh dan pahlawan Lasem, Panji Margono.

Tjoe An Koong

Pada dua sisi dinding terdapat semacam relief-relief berbentuk kotak-kotak. Namun ketika saya bertanya tentang cerita yang ada di relief tersebut, saya tidak mendapatkan jawaban.

Altar

Relief

Ketika saya sedang asyik memotret area altar dari sebuah jarak, petugas yang menemani saya menghampiri lalu berbisik, "Mbak, boleh memotret altar dari jauh tapi tidak boleh memotret altar satu per satu dari dekat ya. Karena kalau ingin memotret altar satu per satu harus minta 'ijin' dulu!"
Saya sedikit heran dengan kata 'ijin' yang diucapkan dengan penekanan lebih. Lalu saya bertanya maksud dari ijin tersebut. Petugas itu menjelaskan, ijin di sini adalah semacam ritual keagamaan singkat. Katanya lagi, beberapa film Indonesia yang pernah menggunakan klenteng ini sebagai tempat syuting sering mengalami 'gangguan' ketika sedang mengambil gambar altar-altar tersebut.
Hmm.....dapat cerita baru, nih!

VIHARA KARUNA DHARMA
Setelah usai mengelilingi klenteng, saya diajak Pop untuk berkunjung ke Vihara yang letaknya tepat di belakang klenteng Tjoe An Kiong ini. Namanya Vihara Karuna Dharma (Theravada). Menurut cerita, pada mulanya vihara ini adalah rumah tinggal biasa. Namun oleh pemiliknya kemudian digunakan sebagai vihara. 
Keunikan vihara ini terletak pada arsitekturnya. Pada bagian depan vihara, deretan kolom-kolom berukuran besar menunjukkan bahwa pada bagian depan bangunan ini dibangun dengan arsitektur kolonial. Namun pada bagian bangunan utamanya dibangun dengan sentuhan arsitektur Cina.


Bagian depan vihara

Altar untuk menghormati arwah pemilik vihara
Altar untuk sembahyangan
Penunggu vihara (kiri) dan mba Riris (kanan) dari BCB Jawa Tegah
Di vihara ini, saya sempet iseng naik menuju loteng atas. Konon, loteng itu digunakan sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Tapi ada juga yang berujar mungkin loteng itu pernah digunakan sebagai tempat untuk menyimpan candu mengingat jarak antara vihara dan Rumah Candu dekat. Entah mana yang benar. Oya, layaknya rumah-rumah cina di Lasem, vihara ini menggunakan lantai dari kayu. Namun sayangnya tampak tak terawat. 
Sambil menunggu teman-teman yang masih asyik memotret, seorang peserta heritage trail sibuk memetik jambu yang sudah matang dari pohon jambu yang terdapat di halaman vihara ini. Hummm!!! Enaakkk!!!

0 komentar: